Pertentangan dengan Pemerintah Pusat Assaat

Ketika Presiden Soekarno menjalankan Demokrasi Terpimpin, Assaat menentangnya. Secara peribadi Bung Karno tetap dihormatinya, yang ditentangnya adalah politik Bung Karno yang seolah-olah condong ke sayap kiri Parti Komunis Indonesia.

Mr. Assaat merasa terancam, kerana Demokrasi Terpimpin adalah kediktatoran terselubung, ia selalu diawasi oleh intel dan PKI. Dengan berpura-pura akan berbelanja, ia bersama keluarganya melarikan diri dengan berturut-turut naik becak dari Jl. Teuku Umar ke Jl. Sabang, dari sana dilanjutkan menuju Stasion Tanah Abang.

Mr. Assaat beserta keluarga berjaya menyeberang ke Sumatera. Berdiam beberapa hari di Palembang. Ketika itu di Sumatera Selatan sudah terbentuk "Dewan Gajah" yang dipimpin oleh Letkol Barlian. Di Sumatera Barat, Letkol Ahmad Husein membentuk "Dewan Banteng". Kol. Simbolon mendirikan "Dewan Gajah" di Sumatera Utara, sementara Kol. Sumual membina "Dewan Manguni" (Burung hantu) di Sulawesi.

Dewan-dewan tersebut bersatu menentang Sukarno yang dipengaruhi oleh PKI. Terbentuklah PRRI (Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia). Assaat yang ketika itu baru tiba di Sumatera Barat bergabung dengan PRRI. Kemudian berkeliaran di hutan-hutan Sumatera, setelah Pemerintah Pusat menggempur kekuatan PRRI.